samurai X

Rabu, 24 Desember 2014

BAB 14

BAB 14
KASUS-KASUS ARAHAN DOSEN
1.    Kasus BUMN
Aset 141 BUMN Terancam Tak Masuk Keuangan Negara
Forum BUMN, Biro Hukum Kementerian BUMN dan Pusat Pengkajian Masalah Strategis Universitas Indonesia, mengajukan uji materi UUU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dengan tujuan memisahkan aset BUMN dari keuangan negara dan agar BPK tidak bisa melakukan audit  terhadap BUMN.
Apung Widadi dari Indonesia Budget Center di Jakarta, Minggu (17/11) mengkhawatirkan jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi tersebut, negara berpotensi kehilangan keseluruhan aset BUMN, dan jika terjadi penyimpangan di sebuah BUMN, BPK tidak bisa lagi melakukan audit terkait proses hukum kasus dugaan korupsi.
“(Kami) dari Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara, menilai ada beberapa konsekuensi yang akan timbul. Negara berpotensi kehilangan aset yang berasal dari BUMN. Ketika permohonan ini dikabulkan, tentunya aset-aset itu akan dimiliki dalam bentuk perusahaan yang juga ada pembagian keuntungan dari para investor,” ujarnya.
“Yang kedua adalah penerimaan negara non pajak dari BUMN akan menyusut. Dan yang paling mengkhawatirkan, BUMN tidak lagi bisa diaudit oleh BPK. Padahal saat ini kita banyak menemukan banyaknya kasus-kasus di BUMN yang mengakibatkan kerugian negara, yang kini tengah diproses di penegak hukum.”
Dalam uji materi itu lanjut Apung, korupsi di BUMN tidak lagi bisa dijerat oleh UU Tindak Pidana Korupsi, tetapi hanya melalui undang-undang korporasi. Masih terkait uji materi ini, Apung menduga ada perubahan pola dari elit partai politik jelang pemilihan umum 2014 dalam menambah biaya politik yang sebelumnya diambil dari anggaran BUMN. Perubahan pola itu menurut Apung nantinya akan berkisar seputar jual beli saham perusahaan BUMN.
“Terkait dengan momentum menjelang Pemilu 2014. Kekhawatiran kita seperti halnya kasus SKK Migas dimana disinyalir untuk dana politik, kalau kemudian BUMN ini lepas...141 BUMN yang ada di Indonesia ini akan menyiapkan terbuka untuk publik. Artinya dibagi dalam bentuk saham. Nah penjualan saham ini tentunya diawal akan dijual dengan sangat murah. Ketika politisi-politisi itu sudah kongkalikong dengan investor, membeli dengan sangat murah kemudian di-“goreng” , nah ini yang akan kemudian menjadi dana politik yang sangat besar dan berpotensi diselewengkan oleh para elit,” ujarnya.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz menduga pengajuan uji materi ini diduga berasal dari pemerintah sendiri, yaitu dari Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan.
“Jangan-jangan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan sendiri merestui gugatan atau judicial review ini dilakukan ke Mahkamah Konstitusi. Karena tidak ada sikap atau respon yang tegas terkait dengan upaya melawan gugatan yang sebenarnya membahayakan BUMN ini ke depan kalo ini dikabulkan MK,” ujarnya.
Donald mengingatkan MK agar lebih cermat sebelum memutus uji materi itu sebab ada kepentingan negara yang lebih besar ketimbang kepentingan sekelompok kalangan yang bakal mendapat untung dari penyempitan BUMN dari keuangan negara.
Indonesia Budget Center mencatat total aset dari 141 badan usaha milik negara mencapai Rp 3.500 triliun atau setara dengan pendapatan perkapita penduduk Indonesia sebesar Rp 15,3 Juta/jiwa, pada 2012.

Dari 2009 sampai 2012, aset-aset tersebut terus tumbuh sebesar 15,2 persen per tahun. Hal ini menurut catatan Indonesia Budget Center, tidak lepas dari suntikan negara yang direalisasikan kepada BUMN dalam bentuk dana penyertaan modal yang mencapai Rp 8,14 trilyun per tahun.
Sementara itu, dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan mencatat, sepanjang 2005 – 2011 negara berpotensi mengalami kerugian sekitar Rp 4,9 trilyun dan US$305 juta pada 24 BUMN, dari total 141 BUMN yang ada di Indonesia.
Sedangkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2011, ada 23 BUMN mengalami kerugian dan 19 BUMN yang merugi pada 2012 dengan nilai kerugian mencapai Rp 104 trilyun.
2.    Kasus Merger
Merger Bank CIMB
Merupakan kasus merger yang terjadi pada Bank Niaga dan Bank Lippo. Bank Niaga didirikan pada 26 September 1955, dan saat ini lnerupakan bank ke-7 terbesar di Indonesia berdasarkan aset serta ke-2 terbesar di segmen Kredit Kepemilikan Rumah dengan pangsa pasar sekitar 9-10%. Bumiputra-Commerce Holdings Rerhad (BCHB) memegang kepemilikan mayoritas sejak 25 November2002, kemudian dialihkan kepada CIMB Group, anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh RCHB, pada 16 Agustus 2007. Bank Lippo didirikan pada bulan Maret 1948. Menyusul merger dengan PT Bank Unium Asia. Bank Lippo mencatatkan sahamnva di Bursa Efek pada November 1989. Pemerintah RI menjadi pemegang sahaln mayoritas di Bank Lippo melalui program rekapitalisasi yang dilaksanakan pada 28 Mei 1999. Pada tanggal 30 September 2005, setelah memperoleh persetu-iuan Bank Indonesia, Khazanah IVasional Berhad mengakuisisi kepemilikan mayoritas di Bank Lippo.
PT. Bank CTMB Niaga-Tbk berdiri pada tanggal 1 November 2008. PT. Bank CIMB Niaga merupakan hasil merger antara PT. Bank Niaga (Persero) Tbk dengan PT. Bank Lippo (Persero) Tbk. Proses merger dilakukan dengan cara Commerce International Merchant Bankers (CIMB) Group membeli 51 persen saham Bank Lippo yang dimiliki oleh Santubong Ventures. anak usaha dari Khazanah. Khazanah sendiri adalah perusahaan besar dibidang keuangan asal Malaysia. Total pembelian saham Bank Lippo oleh CIMB Group Rp 5,9 triliun atau setara 2.1 miliar ringgit Malaysia.
Sebagai gantinya Khzanah akan memperoleh 207,l Juta lembar saham baru di Bank Bumlputera - Commerce Holding Berhard (BCHB) yakni perusahan pemilik CIMB Group. Seluruh saham Bank Lippo akan ditukar menjadi sahani Rank Niaga dengan rasio 2,822 saham Bank Niaga per I lembar saham Bank Lippo. Seluruh asset dan kewajiban Bank Lippo akan dialihkan ke Bank Niaga. Dalam proses merger tersebut CIMB menawarkan fasilitas voluntary dan standby facility yang memungkinkan pemegang saham minoritas dikedua bank untuk melepas saham mereka dan tidak berpartisipasi dalam proses merger.
3.    Kasus Akuisisi
Aqua yang diakuisisi Danone
Contoh pertama dari kasus akuisisi adalah Aqua yang merupakan produsen air minum dalam kemasan terbesar di Indonesia. Dimana merek Aqua sudah identik dengan air minum. Dimana ketika seseorang hendak menebut air minum. Mereka lebih cenderung mengatakan Aqua meskipun sebenarnya mereknya berbeda.
Aqua adalah sebuah merek air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh Aqua Golden Mississipi di Indonesia sejak tahun 1973. Selain di Indonesia, Aqua juga dijual di Singapura. Aqua adalah merek AMDK dengan penjualan terbesar di Indonesiadan merupakan salah satu merek AMDK yang paling terkenal di Indonesia, sehingga telah menjadi seperti merek generik untuk AMDK. Di Indonesia, terdapat 14 pabrik yang memroduksi Aqua. Pada tahun 1998, karena ketatnya persaingan dan munculnya pesaing-pesaing baru, Lisa Tirto sebagai pemilik Aqua Golden Mississipi sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada Danone pada 4 September 1998.
Akusisi tersebut dianggap tepat setelah beberapa cara pengembangan tidak cukup kuat menyelamatkan Aqua dari ancaman pesaing baru. Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai produsen air mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2000, bertepatan dengan pergantian milenium, Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua. Pasca Akuisisi DANONE meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40 % menjadi 74 %, sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas Aqua Group.
4.    Kasus Tender
Kasus Persekongkolan Tender e-KTP Belum Berujung
Proyek triliunan tender e-KTP Tahun 2011-2012 belum juga berujung. Hingga kini masing-masing pihak ngotot mempertahankan pendapat hukum mereka. Jika melihatpandangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), meskipun terjadi dissenting opinion dalam putusan KPPU, PT Astra Graphia Tbk (AG) terbukti bersekongkol dengan Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).
Sebaliknya, AG dan PNRI keberatan dituding bersekongkol. Keberatan mereka diperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 7 Maret 2013. Pengadilan memutuskan AG dan PNRI tidak terbukti melakukan kongkalikong sebagaimana pandangan KPPU. Tak terima dengan putusan inilah KPPU mengajukan kasasi pada 1 April 2013.
AG telah mengajukan kontra memori kasasi pada 4 Juli 2013 lalu. Dalam memori kasasi tersebut, AG berupaya meyakinkan majelis hakim agung untuk menolak memori kasasi KPPU. AG berpandangan bahwa permohonan kasasi KPPU bertentangan dengan Pasal 30 ayat (1) huruf b UU Mahkamah Agung.
Pasal tersebut telah mengatur syarat-syarat perkara yang dapat diajukan kasasi. Alasan kasasi lantaran bersifat faktual dan masalah pembuktian bukanlah ranah kasasi. Hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian dan fakta telah diperiksa secara teliti dan saksama olehjudex factie. Sementara itu, kedudukan Mahkamah Agung adalah sebagai judex juris. Alasan kasasi juga diperkuat dengan Putusan Mahkamah Agung No. 322K/Sip/1958 tertanggal 29 November 1958 dan Putusan Mahkamah Agung No. 616K/Sip/1970.
“Pemohon kasasi (KPPU, red) dalam memori kasasinya secara berulang-ulang hanya masalah bukti berupa kepemilikan sertifikat ISO. Itu telah dipertimbangkan secara teliti olehjudex factie,” tulis kuasa hukum AG Rando Purba dalam berkas kontra memori kasasinya, Senin (08/7).
Pengacara muda dari kantor hukum Ignatius Andy Law Offices ini juga meminta Mahkamah Agung menolak kasasi KPPU lantaran telah salah menerapkan Pasal 79 ayat (2) Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal ini memang melarang tindakan post bidding agar tidak terjadi kongkalikong. Dalam penjelasannya, post bidding adalah tindakan mengubah, menambah, mengganti dan/atau mengurangi Dokumen Pengadaan dan/atau Dokumen Penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran.
Namun, menurut Rando, post bidding tidak selalu serta merta merupakan hasil dari persekongkolan. Untuk menyatakan suatu post bidding adalah bentuk dari persekongkolan, harus dibuktikan telah terjadi komunikasi, pertemuan, kesepakatan, atau pengaturan antara panita dan peserta tender. Sementara itu, hal-hal tersebut tidak dapat dibuktikan KPPU dalam persidangan di komisi.
“Tidak ada bukti apapun yang menunjukkan adanya persekongkolan antara AG dengan PNRI dan panitia tender. Tidak ada komunikasi atau kesepakatan dalam bentuk apapun,” tulisnya lagi.
Berdasarkan uraian hukum tersebut, AG meminta hakim agung untuk menolak kasasi KPPU. AG memohon agar Mahkamah Agung semakin menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 7 Maret 2013 silam.
Sebelumnya, Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan PNRI dan AG terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan persekongkolan tender e-KTP sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di KPPU pada 13 November 2012. Persekongkolan yang dilakukan AG dan PNRI terlihat dari kesamaan jumlah dan produk yang digunakan. Lalu, persamaan kesalahan pengetikan dalam dokumen penawaran terkait produk Irish Scannerdari L-1.
Selain terbukti bersekongkol dengan PNRI, AG terbukti bersekongkol dengan panitia tender. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya post bidding atas sertifikat ISO kepada panitia tender. Namun, putusan KPPU dibatalkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan AG dan PNRI tidak menyalahi aturan main Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sumber:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51db8e94caf67/kasus-persekongkolan-tender-e-ktp-belum-berujung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar